Filosofi Kinjeng Rasta

0 komentar
Siapa tak tahu Capung, yang orang Jawa menyebutnya Kinjeng.



Capung ditengarai jadi indikator masih sehatnya udara di suatu wilayah.

Capung yang terdiri dari 5.000 spesies di dunia ini masuk dalam kelompok serangga yang tergolong dalam rodo Odonata. Ia bisa hidup mulai dari ketinggian lebih dari 3.000 meter diatas permukaan laut di hutan, sawah, kebun, sungai, dan danau. Capung tak bisa hidup jauh dari air.

Capung adalah serangga yang mengalami metamorfosis yang tidak sempurna, yaitu telur, nimfa, dan dewasa. Ia senang bertelur di daerah yang berair. Saat masih menjadi nifa, capung akan memangsa berudu dan ikan-ikan kecil, lalu setelah dewasa ia akan menyantap serangga seperti kutu, ngengat, nyamuk, kupu-kupu, juga kepik.

Pada bagian yang paling menonjol dari capung yaitu matanya. Pada sepasang matanya terdapat 30.000 lensa berbeda, sehingga pandangannya sangat luas.

Selain itu capung adalah serangga tercepat di dunia, ia mampu terbang dengan kecepatan 97 km/jam dan mampu melakukan perjalanan sejauh 137 km dalam satu hari. Capung memiliki kemampuan terbang yang tanpa cacat, sedemikian sehingga dapat berhenti tiba-tiba dan mulai terbang ke arah berlawanan pada kecepatan berapapun atau ke arah manapun yang dipilihnya. Lebih lanjut lagi, capung dapat bergantung di udara di dalam posisi yang tepat untuk menyerang mangsanya. Lagi pula, capung dapat menuju langsung kepada mangsanya, berbelok dengan tangkas untuk melakukan hal itu. Hal ini hanya sebagian kemampuan manuver capung yang telah mengilhami pembuatan helikopter, produk perkembangan teknologi masa kini. Tubuh capung memiliki struktur berbentuk terpilin (spiral) yang dibungkus dengan lapisan logam. Capung, yang memiliki warna bervariasi, dari biru es sampai merah tua, memiliki dua pasang sayap pada punggungnya, sepasang di depan dan sepasang lagi di belakang. Sayap bekerja secara terkoordinasi. Dengan kata lain, sewaktu kedua sayap depan terangkat, kedua sayap di belakang pun turun. Gerakan sayap dilaksanakan dengan gerakan dua kelompok otot yang saling berlawanan. Salah satu ujung otot melekat ke tonjolan tubuh berbentuk tuas. Sewaktu satu kelompok otot berkontraksi dan menyebabkan terangkatnya sepasang sayap, kelompok otot lainnya mengendur dalam derajat yang setara dan menyebabkan pasangan sayap yang kedua turun.

Siklus hidup capung, dari telur hingga mati setelah dewasa, bervariasi antara enam bulan hingga maksimal enam atau tujuh tahun. Capung meletakkan telurnya pada tetumbuhan yang berada di air. Ada jenis yang senang dengan air menggenang, namun ada pula jenis yang senang menaruh telurnya di air yang agak deras. Setelah menetas, tempayak (larva) capung hidup dan berkembang di dasar perairan, mengalami metamorfosis menjadi nimfa, dan akhirnya keluar dari air sebagai capung dewasa. Sebagian besar siklus hidup capung dihabiskan dalam bentuk nimfa, di bawah permukaan air, dengan menggunakan insang internal untuk bernapas. Tempayak dan nimfa capung hidup sebagai hewan karnivora yang ganas. Nimfa capung yang berukuran besar bahkan dapat memburu dan memangsa berudu dan anak ikan. Setelah dewasa, capung hanya mampu hidup maksimal selama empat bulan. Capung dewasa tidak pernah dianggap sebagai pengganggu atau hama.

Menurut Eka Budianta (Budayawan, anggota Dewan Pembina Program Sekolah Adiwiyata, Kementrian Lingkungan Hidup Republik Indonesia)
Ordo odonata (segala jenis capung) sebagai sumber ilmu pengetahuan telah melahirkan bermacam kajian, mulai dari ilmu kehidupan (biologi) sampai entomologi, filogenetika, dan seterusnya. Bagian saya adalah menyampaikan peran capung sebagai pembawa nilai atau sumber filosofi. Nilai dan manfaat sebuah benda (abstrak maupun kongkret, hidup atau mati) tergantung pada informasi yang dikandungnya. Penting atau tidaknya informasi bersumber pada pesan yang dibawanya dan respons kita pada pesan itu.
Pesan pertama yang dibawa oleh capung  adalah beragam bentuk dan warna-warninya yang sangat kaya. Jadi, eksistensi capung menyadarkan kita bahwa ada beraneka-ragam kehidupan.  Bahkan keluarga capung terdiri dari bermacam ukuran, bermacam bentuk, bermacam kebiasaan. Ada capung merah, biru, kuning, hijau; kecil, besar, sedang, berbagai macam sebutan menurut bahasa dan latar belakang kebudayaannya.
Pelajaran kedua: capung punya sejarah.  Sejak terciptakan sampai sekarang, capung tergolong mahluk yang unik dan punya kemampuan beradaptasi yang hebat.  Berbagai teori dan bukti-bukti fosil, menunjukkan capung purba (proto-odonata) sudah hidup sejak 250 juta tahun yang lalu.  Artinya, capung mengajar kita agar pandai beradaptasi. Bagaimana mereka berhasil meneruskan hidup dari generasi ke generasi, mengatasi perubahan iklim dan bergantinya kondisi bumi.
Ketiga, capung hanya hidup di udara sekitar 4 bulan.  Tetapi mereka bisa bertahan sebagai nimfa selam 4 tahun.  Tafsiran langsung: bagian terlama dalam hidup ini adalah untuk belajar, bertahan, berkembang di dalam kesendirian.  Periode bergaya atau tampil di “panggung” hanya merupakan bagian pendek dari hidup yang lebih panjang.

Sifat dan Perilaku

Dalam keterbatasan fisik dan umurnya, odonata menunjukkan perilaku dan sifat-sifat yang istimewa. Pertama, kemampuannya terbang dan bergerak cepat. Pelajaran yang kita petik dari sini adalah bagaimana memanfaatkan fisik yang kecil dan umur yang terbatas, untuk melakukan pekerjaan besar. Capung bisa terbang cepat sampai 90 km / jam dan sanggup bertahan dalam badai. Capung bisa melesat kencang maupun berhenti di udara.
Sifat pemberani dan tangkas merupakan pelajaran berharga dari Capung. Pantaslah kalau kaum samurai di Jepang, menggunakan capung sebagai lambang, dan melukiskan capung pada kimono mereka sejak abad ke XI.
Serangga ini juga pekerja keras. Mereka memburu mangsa, terdiri dari insekta lain seperti nyamuk, lalat buah, kutu air maupun kutu udara. Capung berjuang dengan tekun – sendiri meskipun dalam kebersamaan sesamanya, lengkap dengan pergaulan, perjodohan, pertarungan dan interaksi lainnya. Tantangan di depan mata pencinta capung adalah memahami psikologi dan sosiologi capung dengan sebaik-baiknya. Inilah peran utama capung dalam pendidikan, selain sebagai subyek biologi dan ilmu lingkungan.

Indikator dan Penyeimbang

Tugas utama mahluk hidup adalah menjadi pertanda. Capung merupakan tanda bahwa habitatnya dilengkapi dengan udara segar, air yang jernih, dan tanah yang subur.  Bila capung menghilang dari satu daerah, tandanya ada yang salah dengan kawasan itu.  Mungkin polusi udaranya terlalu parah.  Mungkin juga batang air di sekitarnya sudah rusak, dan kesehatan lingkungannya terganggu.
Semakin banyak jenis capung yang dapat ditemui, bisa jadi semakin bagus lingkungan setempat. Ini sekaligus menjadi pertanda bahwa capung sangat berperan dalam promosi pariwisata. Pantai dan danau yang indah, akan lebih menawan dan mengundang wisatawan dengan aneka-ragam capungnya. Khusus di Tiongkok pada masa silam, banyaknya capung menunjukkan panen yang berlimpah. Begitu juga di beberapa pulau Indonesia Timur, kumpulan capung mengisyaratkan bayaknya ikan di laut.
Kekayaan dan keindahan capung terletak pada berbagai kepercayaan, mitologi, legenda, maupun informasi ilmiah yang dikandungnya. Buku Capung Teman Kita membuktikan bahwa capung mendapat perhatian yang lumayan besar di Indonesia.  Bangsa ini memahami, mencintai dan memperhatikan capung dengan berbagai cara.  Ada yang emosional, ada yang rasional, ada yang penuh kenangan, ada juga yang kaya dengan visi ke masa depan.
Perhatian yang jeli, cermat dan proporsional pada capung, membuktikan bahwa masyarakat kita tumbuh dengan sehat, sensitif pada perubahan dan bertanggung-jawab. Belajar pada capung berarti berani menjadi “whistle blower” – peniup peluit tanda bahaya. Meningkatkan perhatian pada capung hendaknya diartikan sebagai membangun masyarakat yang peka, teliti, mencintai ilmu pengetahuan dan kebijaksanaan.
Peran kedua, capung mengurangi populasi serangga lain yang bagi manusia bisa menjadi hama dan sumber penyakit, misalnya lalat, nyamuk dan walang sangit.  Secara sederhana, capung membantu manusia untuk hidup lebih aman dan terjaga. Salah seorang pencinta capung mengaku memelihara nimfa capung dalam bak mandinya, supaya terbebas dari jentik-jentik nyamuk.

Ada banyak mitos tentang capung. Di Jepang, capung dikaitkan dengan musim panas dan musim gugur dandisimbolkan untuk kemenangan, kekuatan dan kelincahan. Itulah sebabnya pejuang Samurai menggunakannya sebagai simbol kekuatan dan kekuasaan. Di Amerika asli, itu menandakan kebahagiaan, kemurnian dan kecepatan karena merupakan serangga yang mampu tinggal dengan baik di air, udara dan tanah. Di Cina, simbolisme capung meluas untuk mencakup kualitas seperti kemakmuran, harmoni dan daya tarik keberuntungan umum yang baik.


Ringkasan :
  1. Hidup ini singkat, harus bergerak dengan cepat dan tepat.
  2. Hidup ini beragam, harus mampu beradaptasi dengan keragaman itu tanpa mengacaukannya.

0 komentar:

Posting Komentar